PENGARUH KENAKALAN REMAJA TERHADAP AKTIVITAS
BELAJAR DALAM
BIDANG STUDI IPA BIOLOGI
SISWA KELAS XI SMAN 3 KOTA BIMA
Skripsi
Diajukan untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Mencapai Gelar
Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar
Oleh
ARDIANSYAH
NIM. 20403107013
FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2012
1 |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa
yang memiliki suatu kebebasan dalam bergaul, hal tersebut tidak dapat
dipungkiri bersama. Masalah kenakalan remaja adalah masalah yang dianggap urgen dan yang sangat
menarik kita bahas, dimana pada masa ini para remaja memiliki kebebasan dalam
bertindak tanpa menghiraukan nasihat ataupun ucapan orang lain, mereka pada
umumnya mementingkan ego daripada kebersamaan. Masa remaja dikenal sebagai masa
penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu yang bersangkutan, tetapi
juga bagi orang tuanya, masyarakat, bahkan seringkali bagi polisi. Hal ini
disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa.
Berdasarkan realitas yang penulis lihat di lapangan, ada
banyak perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para remaja tersebut dan makin
mudah kita temui dalam kehidupan
sehari-hari, perilaku tersebut antara lain suka bolos di jam sekolah, mengganggu
aktivitas belajar berlangsung, melakukan kriminal, tawuran antara sekolah dan antara
golongan (geng). Perilaku remaja tersebut merupakan perilaku yang menyimpang
terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat
1
|
Kebanyakan siswa yang berada di SMAN 3 Kota Bima
melakukan hal tersebut di atas, dikarenakan kurangnya kontrol dari pihak
sekolah, sehingga peristiwa tersebut bisa saja terjadi, salah satunya adalah
tawuran. Sesungguhnya Hal
yang terjadi pada saat tawuran, sebenarnya perilaku agresif dari seorang
individu atau kelompok. Agresif itu sendiri menurut (Kartini
Kartono 1993:39) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat
kuat, berkelahi,
melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau singkatnya
agresif merupakan tindakan yang bermaksud untuk melukai orang lain atau merusak milik
orang lain. Menurut (Jalaluddin 2009:6), perkelahian yang melibatkan
pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal
perkelahian, dapat digolongkan ke dalam dua jenis delikuensi,
yaitu situasional dan sistematik.
Kenakalan remaja dalam
studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang.
Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat
penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan
norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber
masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku
menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus
ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah
menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku
menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan
yang di sengaja, di antaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan
yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang di sengaja, bukan karena si
pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku
tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu
apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Ahmadin, Abu,26), mengatakan
bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang
mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi
tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang
berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri
dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan
tentang “kenakalan remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan
sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan
pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial
apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku
disorder di kalangan anak dan remaja (Ahmadin 1989,6) mengemukakan bahwa perilaku
menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan
dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana
sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat
sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan
lingkungan sosialnya. Ketidakberhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam
berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam
beberapa hal.
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu
sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam
pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Reuben
1986,10) bahwa seorang dapat menjadi buruk atau jelek oleh karena hidup dalam
lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya
pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai
sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial
menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku.
Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan
sekedar ketidakpastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi
lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial
kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.
Masalah
itulah yang melatarbelakangi mengapa kemudian peneliti mengangkat masalah ini,
karena sesuai dengan pembahasan sebelumnya, bahwa Siswa-siswi yang ada di SMAN
3 Kota Bima dapat penulis simpulkan bahwa mereka sudah dipengaruhi oleh masalah
yang akrab disebut dengan kenakalan remaja. Masalah tersebut patutlah kita
perhatikan bersama serta memberikan sumbangsih berupa solusi yang signifikan
terkait dengan masalah tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya sebagai
berikut :
1.
Bagaimana bentuk-bentuk kenakalan remaja siswa-siswi
kelas XI SMAN 3 Kota Bima ?
2.
Bagaimana bentuk aktivitas belajar dalam bidang studi
IPA Biologi siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima ?
3.
Adakah pengaruh kenakalan remaja terhadap aktivitas
belajar dalam bidang studi IPA Biologi siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima ?
C.
Hipotesis
Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, maka hipotesisnya yaitu ; Terdapat pengaruh kenakalan remaja terhadap
aktivitas belajar dalam bidang studi IPA Biologi siswa-siwi kelas XI SMAN 3
kota Bima
D. Definisi
Operasional
1. Keaktifan
siswa dalam mengikuti mata pelajaran biologi, merupakan tindakan secara sadar
yang dilakukan oleh siswa-siswi, dan juga merupakan suatu proses keterlibatan
intelektual emosional dalam proses belajar mengajar dan potensi, tendensi serta
kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan siswa selalu aktif dan dinamis.
2. Remaja
adalah seorang anak laki-laki maupun perempuan yang berumur 13 sampai 17 tahun
3. Kenakalan
remaja merupakan suatu tindakan yang melanggar norma-norma dan peraturan yang
telah ditetapkan oleh suatu lembaga pendidikan
E. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui seberapa besar kenakalan remaja
siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima
2.
Untuk mengetahui bagaimana aktivitas belajar dalam
bidang studi IPA Biologi siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima
3.
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kenakalan remaja
terhadap aktivitas belajar dalam bidang studi IPA Biologi siswa-siswi kelas XI
SMAN 3 Kota Bima
F.
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Sebagai referensi awal bagi LSM, pemerintah dan pihak
kepolisian untuk menanggulangi bentuk serta tingkat kenakalan remaja tersebut.
2.
Sebagai bahan acuan untuk para guru mata pelajaran
untuk lebih memperhatikan siswanya yang berkaitan dengan kenakalan remaja.
3.
Sebagai bahan acuan sekolah untuk lebih memperhatikan
para murid.
4.
Sebagai bahan kajian bagi mahasiswa termasuk penulis
agar tidak terjerumus dalam hal yang berbentuk kenakalan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Remaja
1. Pengertian
Remaja
Seringkali
dengan gampang orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa
anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang
menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang
perasaannya dan sebagainya. Tetapi, mendefinisikan remaja ternyata tidak
semudah itu. Tiga kasus tersebut diatas merupakan contoh yang sangat nyata.
Merindupuja
(mendewa-dewakan) sebagai gejala remaja. Di dalam fase atau masa negatif untuk
pertama kalinya remaja sadar akan kesepian yang tidak pernah dialaminya pada
masa-masa sebelumnya. Kesepian di dalam penderitaan, yaitu tidak ada orang yang
dapat mengerti dan memahami dan tidak ada yang dapat menangkapnya. Reaksi
pertama-tama terhadap sekitarnya yang dirasanya sebagai sikap menelantarkan dan
memusuhinya
7
|
Proses
terbentuknya pandangan hidup atau cita-cita hidup dipandang sebagai penemuan nilai-nilai
hidup didalam eksplorasi si remaja. Setelah si remaja dapat menentukan sistem
nilai yang diikutinya, dia dapat menentukan pendirian hidupnya. Pada dasarnya
telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas
perkembangan masa remajanya, yaitu menemukan pendirian hidup dan masuk dalam
masa dewasa awal. Menurut Sarwono, W. Sarlito (2010,19) secara bagan proses
tersebut melewati tiga langkah, yaitu :
a. Karena
tiadanya pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang dianggap bernilai, pantas
dihargai dan dipuja. Pada taraf pertama ini sesuatu yang dipuja itu belum
mempunyai bentuk tertentu; bahkan sering kali remaja itu tahu bahwa dia menginginkan
sesuatu, tetapi tidak tahu apa yang diinginkannya itu. Dari keadaan kejiwaan
yang demikian itulah maka banyak terlahir sanjak-sanjak alam
b. Selanjutnya
pada taraf kedua, objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas; yaitu
pribadi-pribadi yang dipandangnya mendukung sesuatu nilai (jadi personifikasi
nilai-nilai). Dalam pemujaan ini terdapat perbedaan antara anak laki-laki
dengan anak perempuan; anak laki-laki sering aktif meniru, sedangkan anak
perempuan kebanyakan pasif, mengagumi dan memuja dalam khayal. Pada masa ini
pulalah tumbuh dengan suburnya rasa kebangsaan
c. Pada
taraf yang berikut, taraf ketiga si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai
lepas dari pendukungnya, nilai sebagai hal yang abstrak. Pada saat inilah tiba
waktunya si remaja menentukan pilihan atau pendirian hidupnya. Penetuan ini
tidak dapat satu kali jadi, tetapi mengalami jatuh bangun, karena nilai yang
dipilhnya dan diujinya dalam kehidupan nyata, sampai didapatkannya pandangan
atau pendirian yang tahan uji.
2. Beberapa
Pandangan Elemen Masyarakat tentang Remaja.
a) Remaja
menurut Masyarakat
Mendefinisikan`remaja
untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan definisi secara
umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku,
adat, dan tingkatan sosial ekonomi maupun pendidikan, kita bisa dapatkan
masyarakat golongan atas yang sangat terdidik dan menyerupai masyarakat di
negara-negara barat, dan kita bisa menjumpai masyarakat semacam masyarakat di
Kota Bima. Dengan perkataan lain, tidak ada profil remaja Indonesia yang
seragam dan berlaku secara nasional, hal ini tercermin dalam ketiga kasus
remaja yang diutarakan dalam awal pembahasan.
Banyak
masyarakat memberikan asumsi bahwa masa remaja merupakan masa yang sangat
meresahkan bagi para masyarakat, seperti tawuran di tengah jalan sehingga
mengganggu jalur aktivitas masyarakat setempat. Dengan kata lain, remaja bisa
saja melakukan tindakan yang melanggar norma, asal dirinya bisa diakui oleh
orang lain, memungkinkan remaja terantuk pada posisi oleng : melakukan berbagai
perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang ada di masyarakat. Masyarakat
adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga termasuk teman-teman anak di
luar sekolah. Kondisi orang-orang di desa atau di kota tempat tinggal ia juga
turut mempengaruhi perkembangan jiwanya.
Anak-anak
yang dibesarkan di kota berbeda dengan anak-anak yang dibesarkan di desa. Anak Kota
umumya lebih bersikap dinamis dan aktif bila dibandingkan dengan anak desa yang
cenderung bersikap statis dan lamban. Anak kota lebih berani mengemukakan
pendapatnya, ramah dan luwes sikapnya dalam pergaulan sehari-sehari. Sementara
anak desa umumnya kurang berani mengeluarkan pendapat, agak penakut, pemalu,
dan kaku dalam pergaulan. Semua perbedaan sikap dan pola pikir di atas adalah
akibat pengaruh dan lingkungan masyarakat yang berbeda antara kota dan desa.
b) Remaja
menurut Hukum Positif
Konsep
tentang “Remaja”, bukanlah berasal dari bidang hukum, melainkan berasal dari
bidang ilmu-ilmu sosial lainnya seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi, dan
Paedagogi. Kecuali itu, konsep “Remaja” juga merupakan konsep yang relatif
baru, yang muncul kira-kira setelah era industrialisasi merata di negara-negara
Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara maju lainya dengan perkataan lain,
masalah remaja baru menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu sosial dalam 100 tahun
ini.
Tidak
mengherankan kalau dalam berbagai undang-undang yang ada di berbagai negara di dunia
tidak dikenal istilah “Remaja”. Di Indonesia itu sendiri, konsep “Remaja” tidak
dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku. Hukum Indonesia hanya
mengenal anak-anak dan dewasa, walaupun batasan yang diberikan untuk itupun
bermacam-macam
Di sisi lain, hukum pidana memberi batasan 16 tahun
sebagai usia dewasa (Pasal 45, 47 KUHP). Anak-anak yang berusia kurang dari 16
tahun masih menjadi tanggung jawab orang tuanya kalau ia melanggar hukum
pidana. Tingkah laku mereka yang melanggar hukum itupun (misal; mencuri) belum
disebut kejahatan (kriminal) melainkan hanya disebut “Kenakalan” kalau tenyata
kenakalan anak itu sudah menjadi wabah penyakit bagi masyarakat dan patut
dijatuhi hukuman oleh negara, dan ternyata orang tuanya tidak mampu
mendidik anak itu lebih lanjut, maka
anak itu menjadi tanggung jawab negara dan dimasukkan ke dalam lembaga
pemasyarakatan khusus anak-anak (di bawah departemen hukum dan hak asasi
manusia) atau dimasukan ke dalam lembaga-lembaga rehabilitasi lainnya seperti
parmadisi (di dalam kepolisian daerah metropolitan Jakarta Raya). Sebaliknya
jika usia seseorang sudah di atas 16 tahun, jika ia melakukan pelanggaran hukum
pidana, ia langsung dipidana (dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan).
Tindakan hukum bagi anak remaja antara lain berupa:
meenghukum mereka sesuai dengan perbuatannya, sehingga danggap adil, dan bias
menggugah berfungsinya hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri
c)
Remaja menurut Islam (Agama)
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa
remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa juvenilitas
(adolescantium), pubertas, dan
nubilitas. Selain dengan perkembangan jasmani dan rohaninya. Maka masalah
agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya
penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindakan keagamaan yang
tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Corak
keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam
kehidupan keagamaan mereka, timbul konflik antara pertimbangan moral dan
material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan
duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih
cenderung jiwanya untuk bersikap material. Hasil penyelidikan Ernest Harms
terhadap 1.789 remaja Amerika antara usia 18-29 tahun menunjukkan, bahwa 70%
pemikiran remaja ditunjukkan bagi kepentingan: keuangan, kesejahteraan,
kebahagiaan, kehormatan diri, dan masalah kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan
masalah-masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar 3,6%, masalah sosial 5,8%
3.
Tingkah Laku Remaja di Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi
anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain
lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk di bangku SMP
dan SMA umumnya menghabiskan waktunya sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini
berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di
sekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa
remaja cukup besar. Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif terhadap
perkembangan remaja karena sekolah adalah lembaga pendidikan formal.
Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa
remaja. Masa remaja merupakan masa yang
banyak menarik perhatian, karena sifat-sifat khasnya dan karena peranannya yang
menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Banyak ahli
berpendapat, bahwa hakikat masa ini ialah kematangan kehidupan seksual; karena
itu tidak mengherankan bahwa banyak penelitian mengenai anak-anak pada masa
remaja ditunjukkan untuk mendapatkan informasi mengenai kehidupan seksual itu.
Tetapi sebenarnya kematangan kehidupan seksual itu bukanlah satu-satunya hal
dalam masa remaja melainkan hanya merupakan salah satu aspek saja.
B.
Konsep Kenakalan Remaja
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku
remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini
Kartono (2010,93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak
cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial
yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat
sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak Inpres no: 6 /
1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah
laku atau tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial,
agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Sarwono, W. Sarlito (2010,19), mengatakan dari segi hukum
kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan
norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan
yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang
sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2)
kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila
dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi
kenakalan remaja ke dalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka
berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2)
kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan
tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti
penyalahgunaan narkotika, hubungan seks di luar nikah, pemerkosaan. Kategori di
atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.
Tentang normal
tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam
pemikiran Emile Durkheim (dalam Sarwono 2010:73). Bahwa perilaku menyimpang
atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial
yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam
batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya
secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku
tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut
terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang
tidak disengaja. Jadi, kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku
nakal atau jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada
masyarakat.
Semua itu dikarenakan remaja sekarang mentalnya
mudah turun, akal sehat dan pikiran panjangnya pun tidak digunakan. Mereka
hanya mementingkan kepentingan sendiri atau golongan atau menuruti emosi atau
juga mengandalkan ototnya saja, seperti tawuran antarsiswa dengan siswa dan
akhirnya pun akibatnya mereka terasa berat bagi keluarga, masyarakat, bahkan
negara sekalipun.
Keadaan itupun diperparah dengan mulai
mengalirnya budaya barat yang mulai menutupi budaya timur yang sopan, dan
melalui media-media masa, seperti koran atau majalah, dan media-media
elektronik, seperti halnya televisi atau internet.
Apalagi di zaman serba modernisasi dan
globalisasi ini, informasi tersebut makin menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Budaya Timur dan Indonesia pun mulai ditinggalkan dan hanya dianggap kuno.
Makin banyak anak yang tidak punya sopan santun dan tata krama terhadap teman,
bahkan terhadap orang tua.
Semua masalah itu akan menyebabkan image
remaja menjadi buruk di mata masyarakat awam. Kita sebagai remaja yang peranannya
sebagai penerus kejayaan bangsa Indonesia pun, harus malu dan berani memutar
balikkan dengan hal yang berguna bagi bangsa, agama, dan negara.
1.
Faktor yang Memicu Kenakalan Remaja
Kegagalan remaja dalam
menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari
pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun
anti-sosial). Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Beberapa aspek yang menuntut
ketrampilan sosial (dalam Davies dan Ivor K, 1987), yaitu keluarga, merupakan hal
yang paling penting diperhatikan orang tua adalah menciptakan suasana
demokratis dalam keluarga. Sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik
dengan orang tua dan saudara. Lingkungan, pengenalan lingkungan lebih luas dari
keluarga. Kepribadian, diberikan penanaman sejak dini, nilai-nilai yang
menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal fisik
seperti materi dan penampilan. Rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis,
pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok. Remaja diajarkan lebih
memahami diri sendiri (kelebihan dan kekurangannya), agar ia mampu
mengendalikan dirinya. Sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif,
dibiasakan untuk menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya.
Dengan cara itu remaja tidak
akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari sekitar, mudah
bersosialisasi, memiliki solidaritas tinggi, diterima di lingkungan lain.
Sehingga akan mampu membantu menemukan dirinya sendiri dan mampu berperilaku
sesuai norma yang berlaku. Kenakalan remaja semakin menunjukkan kompleksitas
akar permasalahannya sehingga diperlukan suatu ancangan teoritik (theoretical approach) yang cukup
komprehensif untuk memahaminya guna menemukan langkah pemecahan yang lebih
efektif. Tulisan ini dimaksudkan untuk memperoleh rancangan teoritik yang lebih
komprehensif tersebut dengan mencari kaitan logis dan dinamis dari sembilan rancangan
teoritik yang sering diacu untuk menerangkan fenomena kenakalan remaja (pemahaman self, paradigm juvenile
delinqency, krisis identitas, teori imitasi,
internalisasi-sosialisasi-identifikasi, value expectation, teori massa, teori
alienasi, dan pandangan modernisasi).
Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kenakalan remaja spesifikasi yaitu;
a.
Faktor agama dan iman
b.
Faktor lingkungan seperti orangtua, teman, tetangga dan
media.
c.
Kurang ketatnya peraturan yang ada di sekolah tersebut
d. Perubahan
zaman.
2.
Kenakalan
Remaja dan Upaya untuk Mengatasinya
Kenakalan remaja merupakan gejala umum, khususnya terjadi di
kota-kota besar yang kehidupannya diwarnai dengan adanya persaingan-persaingan
dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik yang dilakukan secara sehat maupun secara tidak
sehat. Persaingan-persaingan tersebut terjadi dalam segala aspek kehidupan
khususnya kesempatan memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Betapa kompleksnya
kehidupan tersebut memungkinkan terjadinya kenakalan remaja. Penyebab kenakalan
remaja sangatlah kompleks, baik yang berasal dari dalam diri remaja tersebut,
maupun penyebab yang berasal dari lingkungan, lebih-lebih dalam era globalisasi
ini pengaruh lingkungan akan lebih terasa. Pemahaman terhadap penyebab
kenakalan remaja mempermudah upaya-upaya yang harus dilakukan untuk
mengatasinya. Upaya-upaya tersebut dapat bersifat preventif, represif, dan
kuratif. Tanggung jawab terhadap kenakalan remaja terletak pada orang tua,
sekolah, dan masyarakat, khususnya para pendidik baik yang ada di keluarga
(orangtua), sekolah (guru-guru dan para guru pembimbing) maupun para pendidik
di masyarakat, yakni para pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat.
Delinkuensi sebagai
status legal selalu berkaitan dengan tindakan durjana. Anak-anak dibawah usia 7
tahun yang normal, pada umumnya tidak mampu membangkitkan niat untuk melakukan
tindakan kriminal. Mereka tidak memahami arti kejahatan dan salah benar. Karena
itu mereka tidak bisa dituntut sebagai pelaku yang bertanggung jawab atas
sesuatu “kejahatan” yang dilakukannya. Maka yang dimasukkan kedalam kelompok juvenile delinquency ialah kelompok anak
yang berusia 8-22 tahu. Usia 19-22 tahun disebut sebagai periode adolesensi atau usia menjelang dewasa.
Tindakan yang harus dilakukan untuk preventif adalah sebagai
berikut;
1.
Meningkatkan kesejahteraan keluarga
2.
Memperbaiki keadaan lingkungan, yaitu sekolah, daerah
slum, kampung-kampung miskin.
3.
Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif
untuk memperbaiki tingkah-laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka
4.
Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin).
5.
Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan
kelompok untuk membangun kontak manusiawi diantara para remaja delinquency
dengan masyarakat luar. Diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahaman
kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri para remaja.
6.
Mendirikan tempat pelatihan untuk menyalurkan
kreativitas para remaja delinquency
dan yang nodelinquency. Misalnya
berupa latihan vokasional, latihan persiapan untuk bertransmigrasi, dan
lain-lain
C.
Aktivitas Belajar
1.
Pengertian Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses
belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik
berupa keterampilan-keterampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa keterampilan
terintegrasi. Keterampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi,
memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan
terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data,
menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel,
mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan
melaksanakan eksperimen.
Kegiatan pembelajaran maupun kegiatan beajar, siswa dtuntut
untuk selalu aktif memproses dan mengolah memperoleh belajarnya. Untuk dapat
memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, dituntut selalu
aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktivan
bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang
dibutuhkan, menganalisa hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi
sifat kimia dalam biologi, membuat karya tulis, membuat kliping, dan prilku
sejenis lainnya. Implikasi keaktivan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan
langsung siswa dalam proses pembelajaran
Keterlibatan langsung merupakan suatu keharusan bagi seorang
siswa, dengan keterlibatan langsungnya, seorang siswa akan tahu bagaimana
sebenarnya implikasi dari teori yang mereka telah pelajari selama ini dengan
cara mereka mempraktekannya langsung dilaboratorium, karena secara sadar tidak
seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies 1987,32).
Pernyataan ini, secara mutlak menutut adanya keterlibatan langsung dari setiap
individu siswa dalam kegiata belajar dan pembelajaran. Implikasi prinsip ini
dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas
belajar yang diberikan kepada merekan. Dengan keterlabatan secara langsung ini,
secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman.
Bentuk-bentuk prilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung
bagi siswa dalam kegiatan belajar dan pembelajaran
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar
jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang
sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Slameto 2001,93). Dalam
aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu
jiwa, yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa
lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa
modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
Menurut Syaiful Bahril (2008,23), aktivitas adalah kegiatan.
Jadi aktivitas belajar adalah kegiatan-kegiatan siswa yang menunjang
keberhasilan belajar. Dalam hal kegiatan belajar, Rousseuau (dalam Hasbullah
2006,96) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh
dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri baik
secara rohani maupun teknis. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin
terjadi.
Belajar bukanlah
proses dalam kehampaan. Tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas. Tak
pernah terlihat orang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya. Apalagi bila
aktivitas belajar itu berhubungan dengan masalah belajar menulis, mencatat,
memandang, membaca, mengingat, berfikir, latihan atau praktek dan sebagainya.
2.
Prinsip-prinsip
Aktivitas Belajar
Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dalam hal ini
akan dilihat dari sudut pandang perkembangan konsepsi jiwa menurut ilmu jiwa.
Dengan melihat unsur kejiwaan seseorang subjek belajar/subjek didik, dapat
diketahui bagaimana prinsip aktivitas yang terjadi dalam belajar itu. Karena
dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa, maka sudah barang tentu yang menjadi
fokus perhatian adalah komponen manusiawi yang melakukan aktivitas dalam
belajar mengajar, yakni siswa dan guru.
Untuk melihat prinsip aktivitas belajar dari sudut
pandangan ilmu jiwa ini secara garis besar dibagi menjadi dua pandangan yakni
ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern. Berikut penjelasannya :
a. Menurut
Pandangan Ilmu Jiwa Lama
Menurut Locke jiwa dapat dimisalkan dengan kertas yang
tak bertulis (tabularasa), kertas itu kemudian mendapat isi dari luar. Dalam
pendidikan, yang memberi dan mengatur isinya adalah guru. Karena gurulah yang harus
aktif sedangkan anak didik bersifat reseptif. Sedangkan menurut Herbart jiwa
adalah keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasai oleh hukum-hukum
asosiasi. Disini pun guru pulalah yang harus menyampaikan tanggapan-tanggapan
itu.
Jadi konsepsi jiwa sebagai “kertas bersih” yang harus
ditulis atau sebagai bejana yang harus diisi menyebabkan gurulah yang aktif dan
dari gurulah datang segala inisiatif. Gurulah yang menentukan bahan pelajaran
sedangkan murid-murid bersifat reseptif dan pasif.
b. Menurut
Pandangan Ilmu Jiwa Modern
Menurut konsepsi modern jiwa itu dinamis, mempunyai
energi sendiri dan dapat menjadi aktif karena dorongan oleh macam-macam
kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai dorongan untuk
berkembang. Mendidik adalah membimbing anak untuk mengembangkan bakatnya. Dalam
pendidikan anak-anak sendirilah yang harus aktif. Guru hanya dapat menyediakan
bahan pelajaran, akan tetapi yang mengolah dan mencernanya adalah anak itu
sendiri sesuai dengan bakat dan latar belakang dan kemauan masing-masing.
3. Jenis-jenis Aktivitas Belajar
Kalau ditanyakan
apakah aktivitas belajar itu ?, maka jawaban yang kita dapatkan akan
bermacam-macam, hal yang demikian ini terutama berakar pada kenyataan apa yang
disebut perbuatan atau aktivitas belajar tersebut adalah bermacam-macam. Banyak
aktivitas-aktivitas yang oleh hampir setiap orang dapat disetujui kalau disebut
perbuatan atau aktivitas belajar, seperti misalnya mendapatkan perbendaharaan
kata-kata baru, menghafal syair, menghafal nyanyian, dan sebagainya. Ada
beberapa aktivitas yang tidak begitu jelas apakah itu tergolong sebagai
perbuatan atau aktivitas belajar atau tidak, seperti misalnya : Mendapatkan bermacam-macam
sikap sosial (misalnya prasangka), kegemaran pilihan dan lain-lain. Selanjutnya
ada beberapa hal yang kurang berguna yang juga terbentuk pada individu, seperti
misalnya, tics gejala autistik, dan
sebagainya, apakah hal yang dikemukan yang paling terakhir itu tergolong
aktivitas belajar, sukar dikatakan.
Mendefinisikan tentang
aktivitas belajar oleh para ahli sangatlah beragam, salah satu contoh yang
diungkapkan oleh ahli yang bernama Cronbach dalam bukunya yang berjudul educational psychology yang menyatakan
bahwa :
Learning
shown by a change behavior as a result of experience (Cronbach,1945:47).
Jadi menurut beliau belajar yang
sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan
panca inderanya. Sesuai dengan ungkapan Harold Spears yang menyatakan
bahwa :
Learning is to observe, to read, to imitate,
to try something themselves, to listen, to follow direction.
Devinisi-devinisi
yng telah dikemukakan itu diberikan oleh para ahli-ahli yang berbeda-beda
pendiriannya. Kalau kita simpulkan devinisi-devinisi tersebut, maka kita akan
dapatkan pokok-pokok sebagai berikut :
-
Bahwa
belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral
changes, aktual maupun potensial)
-
Bahwa
perubahan itu pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru (dalam arti Kenntnis
dan Fertingkeit)
-
Bahwa
perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)
Beberapa aktivitas belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008,28)
sebagai berikut :
a. Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap
orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang
guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa diharuskan mendengarkan apa
yang guru sampaikan. Menjadi pendengar yang baik dituntut dari mereka. Dengan
mendengarkan yang baik, akan membuka cakrawala perpikir kita, serta akan
terjawab segala kemungkinan yang ada.
Mendengar dan mendengarkan merupakan dua hal yang berbeda.
Mendengarkan merupakan proses pasif yang terjadi bagaikan selagi kita masih
dalam keadaan tidur. Mendengar hanya satu tahap dari proses mendengarkan yang
kompleks. Mendengar adalah respon yang terjadi karena adanya rangsangan
gelombang suara. Peristiwa mendengar adalah sepenuhnya merupakan peristiwa
jasmania. Diterimanya gelombang suara oleh indera pendengar tidak berarti
adanya persepsi sadar akan apa yang didengar. Karena kenyataan inilah maka kita
sering mendengarkan orang mengatakan siswa itu mendengar pelajaran yang kita
sampaikan, tetapi mereka tidak mengerti atau tidak ingat pelajaran yang tadi
disampaikan. Untuk mendengarkan siswa harus mendengar, tetapi untuk mendengar
orang tidak perlu mendengarkan. Mendengarkan tergantung pada perhatian.
Indera kita selalu dikenai rangsangan yang tidak terhitung
banyaknya. Tetapi otak kita hanya memilih beberapa rangsangan saja untuk
diperhatikan. Penerimaan secara selektif atas rangsangan-rangsangan yang datang
inilah yang disebut perhatian. Orang akan mendekatkan telinganya pada sumber
suara yang kedengarannya lemah atau memicingkan mata untuk melihat suatu tanda
yang jauh letaknya.
Langkah berikutnya dalam proses menengarkan adalah memahami simbol
yang dilihat atau didengar. Pada tahap ini orang harus mengadakan analisis atas
rangsangan yang diterimanya. Rangsangan simbolik ini dapat berupa warna,
seperti lampu lalu lintas di perempatan atau kata-kata atau suara tepuk tangan
atau suara sirene.
Mengingat merupakan tahapan terakhir dalam proses
mendengarkan. Ini berarti bahwa seseorang tidak hanya menerima,
menginterprestasikan informasi yang diterimanya, tetapi juga menambahkan
hal-hal yang sudah didengarkannya kedalam bank ingatannya, yang sewaktu-waktu dapat
diambil jika diperlukan.
b. Memandang/memperhatikan
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek.
Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu
matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi
aktivitas memandang dapat dilakukan.
Memandang menurut Al-Gazali
adalah keaktivan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju pada
suatu obyek (benda/hal) atau sekumpula objek. Untuk dapat menjamin hasil
belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian dan pandangan terhadap
bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi pusat perhatian
atau pandangan seorang siswa, maka timbulah kebosanan dalam diri siswa,
sehinggan ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik,
usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian ataupun pandangan mereka
dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakat mereka.
Belajar dalam banyak hal,
seperti aktivitas memandang, mendengar, dan mengalami hal-hal tangan pertama.
Tapi bagi sebagian besar siswa, salah satu metode ini sangat menonjol bagi
seorang siswa. Mengapa hal ini sangat
menonjol ataupun penting? Penelitian telah menunjukkan bahwa siswa dapat
melakukan lebih baik pada tes jika mereka mengubah kebiasaan belajar
sesuai gaya belajar mereka sendiri pribadi. Misalnya, belajar memandang (visual) siswa
kadang-kadang akan perjuangan selama ujian esai,
karena mereka tidak dapat mengingat materi tes yang "mendengar" dalam
kuliah. Namun, jika pembelajar memandang (visual) yang menggunakan bantuan
visual ketika belajar, seperti garis warna-warni dari bahan uji, ia dapat
menyimpan informasi lebih lanjut. Untuk jenis pembelajar, sebagian besar seorang siswa dengan tipe
belajar memandang justru akan meningkatkan kemampuan untuk mengingat informasi
lebih lengkap. Dari sebuah penjelasan sederhana gaya belajar adalah beberapa
siswa mengingat bahan terbaik yang mereka lihat, disisi lain ada beberapa
ingatan mereka tentang sesuatu yang mereka dengar, sementara ada juga yang
mengingat hal-hal yang mereka sudah pernah alami dalam hidupnya.
c. Meraba,
Membau, dan Mencicipi atau Mengecap
Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia
yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas
meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk
belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh suatu tujuan. Tujuannya
adalah untuk mengingat dan merasakan kembali apa yang telah mereka pelajari
dengan cara meraba, membau dan mencicipi atu mengecap, itulah gunanya dalam
aktivitas belajar ini yang secara tidak langsung kita semua pernah
mengalaminya.
Meraba, Membau, dan Mencicipi atau Mengecap adalah proses
yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Melalui
aktivitas ini manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungan.
Hubungan ini dilakukan lewat inderanya tersebut. Manusia bukanlah instrument
ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya.
Seseorang tidak dapat menyebutkan secara persis berat sesuatu benda yang
dilihatnya atau kecepatan sebuah mobil yang sedang lewat, tetapi ia dapat secara
relatif menerkam berat berbagai benda atau kecepatan mobil-mobilan. Dalam hal
ini satu benda dipakai sebagai patokan. Begitu juga dengan kecepatan mobil,
sebuah mobil yang lewat diperkirakan lebih lambat, sama cepat atau lebih cepat
dari mobil yang dipakai sebagai patokan.
Hubungannya dengan kerelatifan persepsi ini, dampak pertama
dari suatu perubahan rangsangan dirasakan lebih besar daripada rangsangan yang
datang kemudian. Seseorang akan menggigil kedinginan ketikan pertama kali ia
terjun ke dalam kolam renang. Berdasarkan kenyataan bahwa persepsi itu relativ,
seorang guru dapat meramalkan dengan baik dari persepsi siswanya untuk
pelajaran berikutnya, karena guru tersebut telah mengetahui lebih dahulu
persepsi yang telah dimiliki oleh siswa dari pelajaran sebelumnya (Slameto
2010,103).
Aktivitas meraba dan sebagainya juga dipengaruhi oleh harapan
dan kesiapan (Menerima rangsangan)
akan menentukan pesan mana yang dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana
pesan yang dipilih itu akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut
akan diinterprestasikan kedalam pelajaran. Seorang guru dapat menyiapkan
siswanya untuk pelajaran-pelajaran selanjutnya dengan cara menunjukkan pada
pelajaran pertama urut-urutan kegiatan yang harus dilakukan dalam pelajaran
tersebut. Jika pada hari pertama huru mengajak berdoa sebelum pelajaran
dimulai, maka dapat dipastikan bahwa pada hari-hari berikutnya siswa akan
menggantikan posisi gurunya untuk memulai pelajaran.
d. Menulis
atau Mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak
terpisahkan dari aktivitas belajar. Dalam pendidikan tradisional kegiatan
mencatat merupakan aktivitas yang sering dilakukan. Walaupun pada waktu
tertentu seseorang harus mendengarkan isi ceramah, namun dia tidak bisa
mengabaikan masalah mencatat hal-hal yang dianggap penting. Karena hal teesebut
merupakan hal yang fundamental bagi semua orang yang ingin menuntut ilmu, karena
mencatat akan memperkuat apa yang kita pelajari, ini sejalan seperti yang
diungkapkan oleh Imam Al-gazali “ikatlah
ilmu yang engkau pelajari dengan tinta pena”. Sesuai dengan ungkapan
beliau, beliau menginginkan agar setiap materi pelajaran yang diangap penting
seharusnya dicatat dengan baik, supaya materi pelajaran tersebut sewaktu-waktu
bisa kita ingat kembali dengan membuka catatan yang telah kita catat
Membuat catatan besar pengaruhnya dalam membaca. Catatan yang
tidak jelas, semrawu dan tidak teratur antara materi yang satu dengan materi
yang lainnya akan menimbulkan rasa bosan dalam membaca, selanjutnya belajar
jadi kacau. Sebaliknya catatan yang baik, rapi, lengkap, teratur akan menambah
semangat dalam belajar, khususnya dalam membaca, karena tidak terjadi kebosanan
dalam membaca. Dalam membuat catatan sebaiknya tidak semua yang dikatakan guru
itu ditulis, tetapi diambil inti-sarinya saja. Tulisan harus jelas dan teratur
agar mudah dibaca atau dipelajari.
Membuat catatan memerlukan pemikiran, jadi tidak sama dengan
menyalin. Catatan itu harus merupakan outline atau rangkuman yang memberi
gambaran tentang garis-garis besar dari pelajaran itu. Gunanya ialah membantu
kita untuk mengingat pelajaran. Jadi sewaktu pelajaran kita harus telah mencoba
memahami dan mencamkan isi pelajaran. Catatan itu sangat penting dan berfaedah
bila kita hendak hendak mengulangnya kembali (Slameto 2010,82)
e. Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak
dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca disini
tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca majalah, koran, tabloid,
jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah dan hal-hal
lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi.
Membaca belaka tidak seberapa manfaatnya, membaca bukanlah
sekedar mengetahui kata-katanya, akan tetapi mengikuti jalan pikiran si
pengarang, reading may be regarded as
reasoning. Setelah kita baca suatu
bagian, kita harus menyatakannya kembali dengan kata-kata kita sendiri sambil
merenungkan isinya secara kritis dan membandingkannya dengan apa yang telah
kita ketahui. Ini disukai bagi active
recall atau active rehearsal. Menurut
hasil yang sebaik-baiknya dicapai kalau dipakai 40% dari waktu untuk membaca
dan 60% untuk resitasi atau menyatakannya kembali. Dengan resitasi tidak
dimaksud menyatakan kembali apa yang tercantum dalam buku akan tetapi
memberikan jawaban atas pertanyaan yang timbul sewaktu kita membaca.
Aktivitas membaca besar pengaruhnya terhadap belajar. Hampir
sebagian besar kegiatan belajar adalah membaca. Agar dapat belajar dengan baik
maka perlulah membaca dengan baik pula, karena membaca adalah alat belajar.
Salah satu metode membaca yang baik dan banyak dipakai untuk belajar adalah
metode SQR4 atau survey (meninjau), Questioner (mengajukan pertanyaan), Reading (membaca), Recite (menghafal), Write
(menulis) dan Review (mengingat
kembali)
Sebelum membaca perlu adanya peninjauan/penyelidikan dulu tentang
gambaran/garis besar dari bab atau buku yang akan dibaca, sesudah itu
mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan isi bab atau buku yang akan
dibaca, dengan harapan itu barulah membaca. Sesudah membaca selesai,
dilanjutkan penghafalan (dengan bermakna) pokok-pokok yang penting-penting.
Kegiatan belajar atau aktivitas belajar yang lain sebagi
proses terdiri atas enam unsur yaitu tujuan belajar, peserta didik yang
termotivasi, tingkat kesulitan belajar, stimulus dari lingkungan, peserta didik
yang memahami situasi, dan pola respons peserta didik, tentu saja kegiatan itu
tidak terpisah satu sama lain. Dalam suatu kegiatan motoris terkandung kegiatan
mental dan disertai oleh perasaan tertentu. Dalam tiap pelajaran dapat
dilakukan bermacam-macam kegiatan (Slameto 2010,94-95).
Aktivitas belajar pada dasar ada semacam parameter yang
menjadi tolak ukur untuk mengetahui ending atau hasil dari ativitas belajar
tersebut, apakah gagal atau suksenya seorang pelajar atau siswa, tentu hal
tersebut bersifat individual. Kejadian yang sama mungkin dialami sebagai suatu hal
yang dianggap sukses oleh seorang siswa lain, sedangkan oleh seorang siswa lain
mungkin mengalami suatu kegagalan. Misalnya saja dalam suatu ujian ada murid
yang sudah merasa behasil sudah mendapatkan nilai enam, tetapi ada murid yang
lain merasa bahwa mendapatkan nilai enam itu merupakan suatu kegagalan. Hal ini
tergantung pada taraf keinginan atau taraf aspirasi si anak atau pelajar. Dalam
hal bagaimanakah orang mendapatkan pengalaman sukses kalau dapat menyelesaikan
problem dan pengalaman gagal kalau tidak dapat menyelesaikan problem ? Yaitu
dalam daerah yang ia merasa itu adalah soalnya, dalam daerah dimana diri orang
itu terlibat dalam suatu masalah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Variabel dan Desain
Penelitian
1.
Variabel Penelitian
Istilah variabel merupakan istilah yang tisak pernah
ketinggalan dalam setiap jenis penelitian, F.N. kelinger menyebut variabel
sebagai sebuah konsep aeperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin,
insaf dalam konsep kesadaran.
Sutrisno Hadi mendefinisikan variabel sebagai gejala yang
bervariasi misalnya jenis kelamin, karena jens kelamin mempunyai variasi:
laki-laki, perempuan; berat badan, karena ada yang beratnya 40% kg, dan
sebagainya. Gejala adalah objek penelitian, sedangkan objek adalah objek
penelitian yang bervariasi.
Variabel pada penelitian ini adalah pengaruh kenakalan
remaja (X) terhadap aktivitas belajar siswa-siswi (Y).
2.
Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan salah
satu rencana awal yang sering disebut dengan planning tentang cara pengumpulan
data dan analisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien serta sinkron dengan tujuannya.
25
|
Adapun desain penelitian sebagai berikut :
a.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal (star planing) dari
penelitian yang biasa disebut dengan tahapan perencanaan. Dalam tahapan ini
segala sesuatu yang diperlukan dalam penelitian harus dipersiapkan atau dicek
ulang sebelum terjung kelokasi penelitian. Pada tahap ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan yaitu rencana penelitian, rencana penyusunan proposal untuk
diseminarkan, setelah itu kemudian membuat surat izin penelitian untuk
ditujukan kepada lokasi penelitian.
b.
Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian sangatlah penting dan
kemudian data yang dikumpulkan pada saat penelitian. Dalam hal yang berkenaan
dengan pengumpulan data, kualitas instrumen haruslah diperhatikan, karena itu
akan menentukan validitas dan reabilitas suata data yang diperoleh.
Pada tahap ini hal
yang dilakukan adalah pengumpulan data yang berupa daftar pertanyaan yang
berisi pertanyaan-pertanyaan tentang hambatan-hambatan yang dialami oleh siswa-siswi
serta upaya-upaya yang ditempuh untuk menanggulangi hambatan yang ada.
c.
Tahap Pengolahan Data
Pada tahapan ini semua data yang diperoleh dilokasi
penelitian yang berupa daftar pertanyaan diperiksa kembali selanjutnya diolah.
d.
Tahap Penarikan
Kesimpulan
Pada tahapan ini hal yang dilakukan adalah penarikan
kesimpulan dan saran yang disusun dalam bentuk skripsi yang merupakan hasil
akhir penelitian.
B. Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian merupakan suatu agen untuk membedakan antara penelitian yang satu
dengan penelitian yang lain, jenis penelitian juga dapat diklasifikasikan berdasarkan, tujuan, dan tingkatan kealamian
(natural setting) suatu objek yang
diteliti. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian Asosiatif
(pengaruh/hubungan) variabel independen dan dependen yang bersifat
pengkorelasian, yaitu proses penelitian yang bersifat penggabungan antara
vairabel X dan Y, biasa juga dengan jenis penelitian Asosiatif (dan juga
merupakan metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan
dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan dilapangan.
Kita
mengakui bahwa memang sangat sulit untuk
membedakan jenis penelitian murni dan terapan, seperti yang diungkapkan oleh
Gay (1977), beliau mengatakan bahwa
sebenarnya sulit untuk membedakan antara penelitian murni (dasar) dan terapan
secara terpisah, karena keduanya terletak pada satu garis kontinium. Penelitian
dasar bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang
berlangsung bersifat praktis.
C.
Populasi dan Sampel
1.
Populasi Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan
benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
objek atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau
sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu. Dimana jumlah keseluran pupolasi
dalam penelitian ini berjumlah 45 orang siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima.
2.
Sampel Penelitian
Sedangkan sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersbut. Sampel penelitian ini adalah
siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima yang berjumlah 30 orang Siswa yang berasal
dari latar belakang yang berbeda.
D.
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah cara yang digunakan untuk
penelitian dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
yakni:
1.
Angket adalah cara
pengumpulan data berbentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar
pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, untuk pengambilan data tentang
kenakalan remaja siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima.
2.
Pedoman wawancara
yaitu pengumpulan data berbentuk pengajuan pertanyaan secara lisan, dan pertanyaan yang diajukan dalam wawancara
itu telah dipersiapkan secara tuntas, dilengkapi dengan instrumennya untuk
pengambilan data tentang kenakalan remaja siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Kota Bima
E. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena
tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data yang valid. Tanpa
mengetahui pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan.
Untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian dapat ditempuh beberapa cara
sebagai berikut:
1)
Observasi
Observasi
sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan
dengan teknik yang lain, yaitu wawancara
dan kuestioner. Kalau interview dan kuestioner selalu berkomunikasi dengan
orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam
yang lain. Teknik ini bertujuan untuk melihat terlebih dahulu keadaan di
lapangan sebelum melakukan suatu penelitian.
2)
Angket (kuestioner)
Kuestioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuestioner merupakan teknik pengumpulan data yang efesien bila
peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. Selain itu, kuestioner juga cocok digunakan bila
jumlah responden cukup besar dan tersebar diwilayah yang luas. Kuestioner atau
angket dalam penelitian berjumlah masing-masing 10 item soal dari variabel X
dan variabel Y.
Berdasarkan
penelitan yang telah dilakukan dilapangan bahwa kuestioner ini sangatlah
efektiv dan efesien digunakan untuk mengumpulkan data serta sangat membantu
pada proses pelaksanaan penelitian. Dimana kuestioner ini digunakan pada
tanggal 20 Juli 2011 dan berakhir pada hari yang sama, dan jumlah responden 30
orang.
3)
Wawancara (Interview)
Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam
dan jumlah respondennya sedikit atau kecil. Teknik pengumpulan data ini
mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan
pribadi. Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang
oleh penelitian dalam menggunakan metode interview dan juga kwestioner
(angket). Objek yang menjadi sasaran wawancara berjumlah lima orang, yang berasal
dari kelas XI IPA., dari hasil wawancara tersebut terdapat beberapa item
wawancara yang belum berani mereka ungkapkan yang sebenarnya, hanya sekedar
ungkapan semu saja, yang masih membutuhkan kebenaran yang mutlak terkait hal
tersebut, peneliti bisa memberikan suatu argumen, mungkin wawancara tersebut
anggapan mereka sangat berkaitan dengan pribadi mereka, mehingga mereka enggang
menjawabnya dengan pasti.
Berdasarkan
penelitan yang telah dilakukan dilapangan bahwa kuestioner ini sangatlah
efektiv dan efesien digunakan untuk mengumpulkan data serta sangat membantu
pada proses pelaksanaan penelitian. Dimana kuestioner ini digunakan pada
tanggal 29 Juli 2011 dan berakhir pada hari yang sama, dan jumlah siswa yang
diwawancara 10 orang.
4)
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan
data yang akan digunakan untuk memperlengkap dari teknik-teknik sebelumnya,
dokumentasi ini berupa catatan-catatan mengenai siswa-siswi ataupun berupa
hasil karya dan riwayat hidup siswa-siswa kelas XI SMAN 3 Kota
Bima
yang akan menunjang penelitian terkait dengan kenakalan remaja
F.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian Asosiatif (pengaruh/hubungan , teknik
analisis data yang di gunakan sudah jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab
rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data korelasi product momen,
dimana pengertian dari analisis data ini yaitu diambil dari bahasa inggris
yaitu correlation product moment artinya
saling berhubungan atau hubungan timbal balik antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Dalam ilmu statistika istilah ini diberi pengertian sebagai
hubungan antara dua variabel atau lebih. Hubungan dua variabel dikenal dengan
istilah bivariate correlation, sedangkan
hubungan antara lebih dari dua variabel disebut multivariate correlation. Contoh multivariate correlation: hubungan antara motivasi kerjan dengan
kinerja. Contoh multivariate correlation:
hubungan antara motivasi kerja dan disipli kerja dengan kinerja
Tujuan dari penggunaan analisis ini, yaitu untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel-variabel yang diteliti
hubungannya melalui pengujian hipotesis lebih lanjut. Dalam hal ini ada namanya
koefisien korelasi yang merupakan
suatu alat statistik, yang dapat digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran
dua variabel yang berbeda agar dapat menentukan tingkat hubungan antara
variabel-variabel ini. Dalam beberapa hal, riset korelasi memang sama dengan
riset komparasi sebab-akibat (causal
comparative study), dan kenyataannya koefisien korelasi biasanya dapat
dihitung dari kemanfaatan menjelaskan studi komparasi sebab-akibat.
Adapun
teknik analisis data digunakan langkah-langkah, sebagai berikut :
1.
Penyuntingan data, yaitu meneliti kembali rekaman
jawaban yang tertulis dalam kuestioner.
2.
Pengelompokan data berdasarkan kategori yang digunakan,
artinya jawaban yang diperoleh dari responden dikategorikan menurut jenisnya.
3.
Pemberian bobot atau skor kepada jawaban responden
sesuai dengan kategori yang telah ditentukan, misalnya 1, 2, 3, dan 4.
4.
Menyusun data kedalam tabel distribusi frekuensi
(tabulasi).
5.
Pembuatan tabel Korelasi
Product Momen dari data yang diperoleh dari setiap sampel penelitian.
Dimana
:
r = Reliabilitas
xy = Jumlah anggota sampel
x2 = Jumlah total skor item
variabel X
y2 = Jumlah total skor item
variabel Y
2 komentar:
Do this hack to drop 2 lbs of fat in 8 hours
More than 160k men and women are utilizing a easy and secret "liquids hack" to lose 2 lbs every night in their sleep.
It is easy and it works with anybody.
Here are the easy steps for this hack:
1) Take a drinking glass and fill it with water half glass
2) And then do this awesome hack
you'll be 2 lbs skinnier in the morning!
The King Casino | Slot Games - Herzaman India
Pragmatic Play's new online slots are available herzamanindir.com/ on the online https://access777.com/ casino's ventureberg.com/ website and can novcasino be septcasino played on your phone from anywhere.
Posting Komentar